Rabu, 04 Februari 2009

Transfromasi AFTA menjadi ASEAN Economic Community


Natasha Karina Ardiani

NIM: 070610216

 

 

Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (PERBARA) atau lebih populer dengan sebutan Association of Southeast Asia Nations (ASEAN) merupakan sebuah organisasi geo-politik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok, 8 Agustus 1967 melalui Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, serta memajukan perdamaian di tingkat regionalnya. Artikel kali ini menyoroti pelebaran sayap ASEAN dalam berbagai bidang seperti ekonomi dengan ASEAN Free Trade Area (AFTA), kerjasama intra-regional dengan ASEAN+3 dan lain-lain. Selain itu juga membahas pencapaian-pencapaian ASEAN selama ini dengan adanya transfromasi dan pelebaran etrsebut.

 
Keywords: ASEAN, AFTA, ekonomi, 
 
ASEAN sebagai organisasi internasional selalu berusaha mencapai integrasi ekonomi di Asia, terutama karena ekonomi sebagai salah satu pilar berdirinya ASEAN. Penjelasan mengenai perkembangan integrasi ekonomi Asia pada saat ini difokuskan dalam suatu kerangka kerja ASEAN yang menjadi pusat inisiatif integrasi ekonomi di wilayah Asia. Negara-negara yang lebih maju, di Asia Timur contohnya, masih sangat mementingkan perekonomian di Asia Tenggara karena melihat kawasan ini sangat potensial dan mereka tidak bisa berdiri sendiri dalam hal perkeonomiannya. Hal ini yang menjadi salah satu sebab pelebaran ASEAN menjadi sub-sub organisasi, yaitu karena kepentingan negara luar organisasi bermain di dalamnya.
Kerjasama regional yang dikembangkan ASEAN bukan bersifat integratif, tetapi kooperatif dengan mengutamakan musyawarah dan kepentingan bersama dengan semangat ASEAN. Seperti yang dijelaskan dalam artikel ini, usaha ASEAN untuk berkerjasama dalam bidang ekonomi mengalami kemajuan sehingga merujuk pada terwujudnya integrasi ekonomi ebrupa blok perdagangan, yang dapat menghapus hambatan-hambatan perdagangan negara-negara ASEAN. Cita-cita ASEAN membentuk blok eprdagangan tidak sampai di sini saja, tapi ASEAN dengan AFTA-nya tentu juga berharap untuk menjajarkan diri dengan blok-blok perdagangan lain, seperti NAFTA dan Uni Eropa.
AFTA sendiri adalah wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dengan maksud meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta  serta menciptakan pasar regional bagi penduduknya. Selain itu, penerapannya bertujuan untuk menurunkan tarif produk skala besar dalam perdagangan intra-ASEAN dan menghilangkan hambatan perdagangan, sekaligus membawa visi tahapan liberalisasi perdagangan. Kebijakan operasional lebih lanjut adalah merancang skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA); yang merupakan suatu skema untuk mewujudkan AFTA.
Perkembangan terakhir AFTA sesuai hasil dari Kesepakatan Pertemuan Puncak ASEAN di Cebu, Philipina pada 13 Januari 2007 kemarin, yaitu bahwa negara-negara ASEAN akan mempercepat liberalisasi ekonominya yang ditandai dengan percepatan penciptaan Masyarakat Ekonomi Bersama ASEAN (ASEAN Comunity) pada tahun 2010 (Singapura dan Brunei Darussalam), tahun 2015 (Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam) tahun 2020 (Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja) dari sebelumnya yang direncanakan disamaratakan pada tahun 2020 yang jelas konsekuensinya tidak ada lagi hambatan atas perdagangan dan terjadi pergerakan modal serta manusia lintas batas antar negara-negara ASEAN.
Pembentukan Masyarakat ASEAN (ASEAN Community) dengan tiga pilar utama yaitu Security Community, Economic Community, and Social Community, masih membutuhkan sebuah kerangka kerja kelembagaan ASEAN yang sepadan. Dan hal itu perlu pembenahan kerangka kelembagaan ASEAN terlebih dahulu.
Sebelum AFTA, sebenarnya telah muncul kerjasama sub regional yang berusaha untuk memacu pusat-pusat pertumbuhan lintas negara yang secara geografis berdekatan  (PTA). Kerjasama sub-regional tersebut, selain dipacu oleh campur tangan pemerintah, juga timbul secara natural dan market driven. Namun kerjasama sub-regional ini masih dirasa kurang solid sehingga masih banyak hal yang harus diusahakan untuk  mengintegrasi ekonomi.
Langkah selanjutnya bagi ASEAN untuk mewujudkan integarsi ekonomi adalah membentuk ASEAN+3, bekerjasama dengan Cina, Jepang dan Korea. ASEAN+3 ini diharapkan akan memperluas keberhasilan ASEAN dalam integrasi ekonomi dan kebangkitan regionalisme di Asia. Krisis keuangan Asia di tahun 1997-1998 yang akhirnya dianggap sebagai cobaan pertama bagi ASEAN sebagai institusi regional. Hasilnya, beberapa negara seperti Malaysia, Singapura dan Thailand pulih dengan cepat; tapi tidak Indonesia, Myanmar dan beberapa negara lain. Hal ini dianggap sebagai pemicu lebih lanjut dari bangkitnya regionalisme di Asia.

Ketika krisis ekonomi melanda negara-negara di Asia, APEC dianggap sebagai sebuah forum yang tidak mampu mengatur krisis yang terjadi dan memobilisasi dukungan terhadap negara-negara yang terkena dampak krisis. Karena kecewa dengan APEC, negara-negara anggota yang mengalami krisis kemudian mengalihkan perhatian mereka kembali kepada ASEAN dan ASEAN+3 lah yang terlihat lebih menjanjikan; sehingga kerjasama ekonomi terhadap negara-negara ASEAN+3 terus ditingkatkan untuk mencapai stabilitas ekonomi serta regional. Namun, muncul pandangan skeptis dan optimis terhadap kesuksesan ASEAN+3 ini. Mereka yang optimis dengan masa depan komunitas Asia Timur menyatakan bahwa kerja sama regional sebagai usaha yang positif karena dapat memberikan manfaat-manfaat ekonomi bagi negara anggotanyayang menyangkut aspek liberalisasi. Namun, bagi orang-orang yang menganut pemikiran yang cenderung skeptis, kerangka kerja sama regional apa pun sebenarnya hanya merefleksikan kepentingan ekonomi dari para pelaku bisnis transnasional. Tujuan akhir dari pandangan skeptis ini adalah untuk memperluas ruang gerak dalam rangka akumulasi modalnya.

Mengacu pada perkembangan ASEAN, komitmen akan Deklarasi Bangkok masih patut dipertanyakan dan ditinjau kembali. Adanya usaha untuk membentuk dan meratifikasi ASEAN Charter sudah merupakan usaha yang bagus. Jika sebelumnya ASEAN dengan Deklarasi Bangkok-nya belum memiliki legal personality dan binding law commitment, dengan adanya ASEAN Charter diharap garis-garis kebijakan ASEAN akan semakin tegas dan berkomitmen. Landasan ASEAN yang belum jelas ini juga mempengaruhi terbentuknya ASEAN Community yang selama ini dicita-citakan akan setara dengan Masyarakat Eropa. Masa depan ASEAN juga tidak akan jelas dalam hal ekonomi, apalagi dalam hal politik kalau tidak meletakkan dasar hukum/legalnya dengan jelas; juga kalau tidak menetapkan objektif yg realistis dan berkesinambungan.

Bermainnya negra besar dalam ASEAN+3 sepeti Cina, Jepang dan Korea Selatan juga bisa dibuat seagai batu loncatan untuk mengangkat nama dan peran ASEAN di tingkat internasional. Boleh saja ada yang berpikir skeptis bahwa ASEAN dimanfaatkan oleh negara-negara besar, namun mengapa tidak berpikir sebaliknya dan memanfaatkan andil negara-negara besar bagi kemajuan ASEAN. Perlu dingat juga bahwa prioritas luarnegeri Cina masihlah negara-negara Asia Tenggara, jadi sudah semestinya ASEAN memanfaatkan kesmpatan yang ada sebaik-baiknya. Dan terakhir, bagi signifikansi ASEAN ke depannya, perlu ditumbuhkan regional awareness di kalangan muda-mudi ASEAN agar kerja keras saat ini dapat diteruskan esok hari.

 

Referensi

 

Artikel “From AFTA Towards an ASEAN Economic Community.. & Beyond”, Ludo Cuyvers, Philippe De Lombaerde, Stijn Verherstraeten.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar