Rabu, 04 Februari 2009

Putin dan Timur Tengah (Jurnal)

Putin dan Timur Tengah

 

Sejumlah kalangan menilai kepemimpinan mantan agen KGB kelahiran 7 Oktober 1952 ini otoriter, tak ubahnya seperti saat Rusia masih bernama Uni Soviet di bawah kekuasaan sosialis. Putin bukan teladan yang baik untuk mewujudkan kebebasan berbicara. Tokoh-tokoh oposisi yang menjadi lawan politiknya dilumpuhkan.

Namun di balik itu semua, Rusia mengalami kemajuan yang signifikan. Perekonomian negeri Beruang Merah ini membaik, dan secara militer, Rusia kembali dipandang dunia internasional dengan obsesi Putin membentuk kutub baru berhadapan dengan Amerika Serikat.

Salah satu kekuatan politik Putin terletak pada bagaimana ia memprioritaskan kebijakan domestik dan luar negerinya. Putin telah berhasil menghapus sisa-sisa kekuatan oligarki yang ada dan merevisi jajaran kabinetnya pada awal pemerintahannya. Ia menyingkirkan orang-orang yang potensi merugikan negara atau tidak sejalan dengan visi politiknya, salah satunya Yevgny Adamov, mantan Menteri Energi Atom yang telah berkali-kali mewujudkan kerjasama nuklir degan Iran. Ia juga memarginalkan kekuatan-kekuatan reformasi, seperti Majelis baru yang terpilih tahun 2000, karena takut akan adanya kebijakan gegabah yang diambil. Mengiringi langkahnya, Muslim Duma Rusia mendukung Putin dan kebijakannya, tak ketinggalan dukungan dari Partai Edinsvo.

Dari banyak negara di Timur Tengah, Putin mewarisi hubungan baik dengan Iran, Irak dan Turki. Tahun 1999, Iran menjadi sekutu terdekat Rusia. Hubungan Rusia-Iran memang mengalami naik turun, bahkan sampai sekarang. Berawal dari pasokan senjata Rusia ke Iran, sampai pembangunan reaktor di Iran.

Hubungan Rusia-Iran diwarnai beberapa gejolak, antara lain:

1.     Perang yang bergejolak antara Ceko-Rusia (dalam rangka penuntutan lepasnya Ceko dari Moskow) dan sebagian besar warga Ceko yang terbunuh adalah umat Muslim. Namun Presiden Iran, Khatami, meredam konflik ini dengan mengatakan bahwa itu adalah urusan internal Rusia.

2.     Hubungan Rusia-Iran semakin erat saat angkatan Iran mendapat pelatihan di akademi militer Rusia. Namun awal 2001, Putin mempererat hubungan dengan Azerbaijan dan Kazakhstan karena minyaknya yang ada di sepanjang Laut Caspia. Keadaan pada saat itu adalah Rusia-Azerbaijan-Kazakhstan memperebutkan minyak dengan Iran.

3.     Prsiden Khatami mengunjungi Moskow untuk memperbaiki hubungan dengan beberapa business deal. Sementara, hubungan Rusia dengan administrasi Bush memburuk, dikarenakan ekspansi NATO ke negara-negara semenanjung Balkan dan pemboman pesawat Irak.

4.     Terbentuknya ‘The Treaty on Foundations of Relations and Principles of Cooperation’ antara Rusia-Iran yg menjadikan Iran dan Rusia sebagai partner strategik. Perjanjian ini menggeser kedudukan Azerbaijan.

5.     Awal September 2001, Putin mendekati PM Israel. Hal ini membuat Iran tersinggung dan membatalkan kunjungannya. Hal ini tidak bertahan begitu lama, karena setelah kejadian 9/11, Shakhmani datang ke Moskow dan membahas hal-hal paska serangan teroris. Sedangkan Iran telah berjanji akan mendukung AS sepenuhnya. Kejadian-kejadian seperti penjualan senjata dan aktifitas nuklir menjadi rentan, karena dicurigai AS.

6.     Hubungan Rusia-AS mengkhawatirkan Iran. Radio Iran bahkan menyiarkan bahwa AS hanya ingin memperluas kekuasaannya di Asia Tengah, wilayah Kaukus dan mengurangi pengaruh Rusia.

7.     Hubungan Rusia-Iran semakin gawat saat Presiden Bush mengumumkan bahwa Iran bagian dari ‘Axis of Evil’, sebagai jaringan teroris. Negara lain yg termasuk adalah Iran dan Korea Utara. AS juga merencanakan serangan ke Iran.

Hubungan Rusia-Iran akan sama dilematisnya dengan hubungan Rusia-Irak. Awalnya sama saja, transaksi minyak lah yang menguhubungkan Rusia dengan Irak. Keadaan meruncing saat AS dan Inggris mengebom Irak pada tahun 1998, dan saat Irak dikenai sanksi karena menginvasi Kuwait. Paska pengenaan sanksi, PBB, perpanjangan AS, juga membentuk UNMOVIC yang tidak lain adalah panitia inspeksi yang mengawasi segala tindak-tanduk Irak. Irak sangat marah terhadap Rusia, Cina dan Perancis karena tidak memveto kebijakan itu. Irak akhirnya mencoba mendekati perusahaan-perusahaan minyak AS supaya memperlunak AS, tapi hal ini sepertinya dihalang-halangi oleh pemerintah AS.

Paska terkena sanksi, PBB menempatkan UNMOVIC di Irak dan menetapkan larangan mengudara. AS mengembargo Irak dan Bush berencana segera melancarkan serangan. Rusia justru meningkatkan kerjasama minyak dengan Irak dan negara dunia Arab memberikan simpatinya kepada Irak. Mengabaikan semuanya, AS tetap menginvasi Irak, melumpuhkan pemerintahan Saddam dan mengambil alih pemeirntahan Irak.

Paska serangan AS, Putin berkomentar bahwa sejauh ini dirinya tidak bisa berkata apa-apa, karena memang tidak ada bukti yg menunjukkan bahwa Irak menyuport terorisme. Reaksi Putin terhadap kebijakan AS kepada Irak inilah yg menjadi sebuah ujian bagi kepemimpinan Putin.

Hubungan Rusia dengan Turki tidak seperti hubungan Rusia dengan Irak atau Iran. Turki justru menjadi sekutu AS sejak lama. Rusia lah yg mengejar kepentingan minyak dan energinya di Turki. Turki juga membeli perlengkapan militernya dari Rusia. Di luar hubungan kerjasama, Rusia dan Turki sebenarnya berebut pengaruh di Asia Tengah dan sekitarnya. Di luar konflik aliansi dan peperangan etnis, hubungan ekonomi Rusia-Turki terjalin dengan adanya proyek gas alam Blue Stream dan Baku-Ceyhan. Masalah terserius yg dihadapi Rusia-Turki mungkin adalah terorisme Ceko, saat warga Ceko membajak penumpang Rusia yg berangkat dari Turki. Moskow menuduh Turki ‘melindungi; kelompok teroris. Hal ini segera surut dan hbuungan Rusia-Turki menjadi genting saat ekonomi Turki mengalami krisis, menyebabkan beberapa kerjasama dengan Rusia terhambat.

Rusia dan Turki sama-sama bergabung dalam aliansi AS melawan terorisme. Namun muncul praduga Turki bahwa Rusia hanya ingin melebarkan pengaruh ke Transkaukasia, terutama Georgia, yg merupakan wilayah kepentingan AS.

Secara keseluruhan, meskipun tidak menghadapi tantangan sebesar seperti di Irak dan Iran, hubungan Rusia-Turki diwarnai kerjasama ekonomi yg pasang surut. Hal ini adalah suatu tantangan tersndiri bagi Putin.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber:

Robert O. Freedman, “Putin and The Middle East,” Juni 2002, (Middle East Review of International Affairs, Vol. 6, No. 2.)

www.kompascetak.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar