Rabu, 04 Februari 2009

Hubungan antara Pakistan, SAARC dan ASEAN

 

Natasha Karina Ardiani

NIM: 070610216

 

 
Dinamika yang terjadi di dalam South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC) secara luas dipengaruhi oleh hubungan bilateral hegemon ekonomi India dan Pakistan. SAARC menjadikan ASEAN sebagai role model sehingga masing-masing India dan Pakistan berupaya untuk menjalin hubungan intens dengan ASEAN pada umumnya dan ARF khususnya. Artikel ini juga memaparkan pencapaian SAARC selama ini dan faktor-faktor, serta hambatan-hambatan yg melatar belakanginya. 
 
Keywords: Pakistan, India, Kashmir, SAARC, ASEAN
 
Ketidak mampuan World Trade Organisation (WTO) dalam memfasilitasi kebutuhan ekonomi semua negara di dunia membuat regionalisme ekonomi memiliki kans tersendiri untuk ebrkembang, terutama paska Perang Dingin. Gelombang pertama regionalism, kerjasama perdagangan masih bersifat Utara-Utara dan Selatan-Selatan. Namun gelombang kedua pada tahun 1980-an kerjasama sudah bersifat Utara-Selatan. Hal ini ditandai dengan menjamurnya blok-blok regionalisme ekonomi seperti North American Free Trade Area (NAFTA), Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) dan Uni Eropa. 
Di kawasan Asia Selatan, wadah organisasi regional adalah SAARC. Namun begitu SAARC tidak dapat membuat kemajuan signifikan pada dekade awal terbentuknya. Terdapat hambatan-hambatan seperti multisitas etnis, agama dan bahasa dalam kawasan yg hanya dipimpin oleh segelintir elit; hal ini memicu ketegangan di kawasan. Kedua adalah problem Kashmir yg telah menjadi konflik laten; yg muncul sejak pembagian Republik India dan Republik Pakistan oleh Inggris.
Perubahan mindset oleh PM India Vajpayee yg mengatakan bahwa regionalisasi ekonomi adalah suatu kebutuhan di jaman globalisasi telah menjadi pemicu penyelesaian konflik antara India-Pakistan. Beliau pula lah yg memrakarsai pembentukan South Asia Preferential Trading Arrangement (SAPTA) yg fokus pada hubungan bilateral antara anggota SAARC. SAPTA berjalan sesuai harapan, terbukti dengan hubungan ekonomi bilateral India dg Bhutan, Nepal dan Sri Lanka yg menguat. Namun hubungan dengan Pakistan masih tegang karena kedua negara masih belum dapat mengatasi tensi politik, terutama juga karena aksi militer Pakistani di perbatasan.
Terbentuknya South Asian Free Trade Arrangement (SAFTA) di bawah SAARC mengeratkan pula sendi-sendi perekonomian regional dan mengurangi hambatan tarif antar negara anggotanya, sehingga membawa untung dua kali lipat bagi perdagangan.
Membahas lebih dalam masalah Kashmir, India sebenarnya telah memainkan peran aktif dlm kemerdekaan Bangladesh dari Pakistan tahun 1971. Hal ini mudah saja, karena populasi Bangladesh berdasarkan suku Bengali yg sedari dulu ada di Timur Pakistan. Namun di Pakistan sendiri, identitas nasional tidak dgn mudah terbentuk. Muhammad Ali Jinnah, pendiri Pakistan mengusahakan pembentukan negara berdasarkan kesamaan kultur dan bahasa, namun tetap saja pluralitas etnis jadi masalah utama. Persaingan dan perebutan kekuasaan antara trah Punjabi (rezim militer) dan Muhajir (migran yg menguasai persendian ekonomi Pakistan) selalu berakhir pada konflik. Di saat India berkonsentrasi menerapkan ‘Look East Policy’ dan mempererat hubungan dengan Cina, Jepang dan Korea Selatan; Pakistan justru masih berjuang mengatasi problem dalam negerinya. Terdapat tiga pendekatan mengenai masalah Kashmir yg tak kunjung usai itu. Pertama, pasukan tentara Pakistan telah ditahbiskan untuk menang dari India dan mengambil alih Kashmir (mengingat India membantu proses pelepasan Bangladesh dari pakistan). Kedua, secara geopolitik, Pakistan menganggap Kashmir sbg kawasan yg tidak aman dikelilingi kekuatan militer yg kuat sehingga Pakistan merasa harus melindunginya. Lagipula,Pakistan tidak mau menyerah begitu saja terhadap tatanan paska Perang Dingin. Dan ketiga, pandangan Islamiah mengenai perang perebutan Kashmir adalah perang suci dan karena Kashmir dianggap sbg ‘rumah’ umat Muslim di Asia Selatan. 
Merupakan suatu titik balik di Pakistan di bawah kepemimpinan Jendral Zia ul Haq yg islamis dan merakyat, dibanding pendahulunya Zulfikar Ali Bhutto. Ia merombak struktur negara menjadi negara  Islam dengan ideologi Islam tapi dengan struktur tribal. Suku utama adalah golongan Punjab yg menjadi mayoritas dan berpengaruh secara politik serta militer. Zia sangat menentang adanya Punjabisasi karena bertentangan dg ideologi negara.
Sedikit perubahan terjadi dari dunia internasional saat Pakistan dan India melakukan uji coba nuklir Mei 1998. saat itu negara-negara tetangga di Asia Tenggara sempat mengembargo kedua negara. Ada juga Pergerakan Hindutva di India yg merupakan usaha sekularisasi India. Serta kejadian 9/11 yg memojokkan Islam membuat Pakistan harus sedikit ‘menyesuaikan’ kebijakan luar negerinya.
Penyelesaian kasus Kashmir lebih lanjut dimotori oleh adanya Doktrin Gujral yg mensgusulkan adanya dialog berkelanjutan, pengeratan hubungan ekonomi demi meruntuhkan ‘tembok Berlin’ antara India-Pakistan. Perlu diketahui sebagai catatan, tahun Tembok Berlin runtuh jg salah satunya karena faktor ekonomi. SAARC memfasilitasi berbagai perundingan di saat yg sama India mencoba mengusahakan kerjasama dg kawasan teluk dan Asia Barat, seperti Iran.
Baru benar-benar ada status jelas mengenai Kashmir saat India di bawah PM Vajpayee dan Pakistan di bawah Presiden Musharraf melakukan perundingan. Keduanya menyadari potensi ekonomi kedua negara jika bersatu, terutama manfaatnya bagi kawasan. Keduanya akhirnya bersifat pragmatis, menjadikan ASEAN sebagai model. ASEAN selalu berusaha meredam masalah2 internal demi kerjasama ekonomi, karena memang tak dapat dipungkiri faktor ekonomi menjadi faktor determinan dlm apapun masa kini
Di saat yg sama SAFTA berkembang pesat dg usaha eliminasi tarifnya. Disusul India yg menjadi partner dialog tetap dan termasuk dalam ASEAN Regional Forum (ARF). Pakistan juga berkembang pesat di bawah Musharraf karena ia membawa Pakistan menjadi partner dialog sektoral ASEAN, mendekatkan dg negara2 tetangga Asia (Vietnam, Myanmar, Singapura, Thailand) serta mengaliansikan diri dg negara2 Islam yg lain dlm OKI. Bukan sembarang kerjasama yg dijalin oleh Musharraf, melainkan kerjasama mutual karena ia menawarkan prospek Pakistan sbg penjembatan antara kawasan Asia Barat dan Timur dlm perdagangan serta ia menjadikan Pakistan masuk sbg partner dialog penuh ARF. Pakistan juga telah merombak Foreign Direct Investment (FDI); sesuatu yg tidak dilakukan India. Bahkan, India lebih cenderung dekat dg Rusia. Pakistan, meskipun negara Islam, tapi dekat juga dengan AS. Ia mencoba memusnahkan stereotip negatif ttg Islam dan membuktikan pada dunia bahwa Islam tidak spt apa yg kelihatannya saat ini.
Investasi pendidikan dari Malaysia juga sangat membantu pembangunan di Pakistan. Terutama Pakistan didukung oleh banyak rezim di Asia spt Thailand, Brunei, Singapura; lebih mudah baginya untuk dipercaya dan menjalin kerjasama dlm bidang teknologi informasi, agrikultur, serta transportasi dan komunikasi.
Bottom line, kedua negara, Pakista dan India telah berhasil meng-overcome permasalahan-permasalahan mereka dan membawa manfaat (ekonomi) berlipat gand abagi kawasan. Adanya SAFTA juga terasa signifikan dlm usaha perdagangan bebas di Asia Selatan. Bargaining position Pakistan juga naik dari sebelumnya karena sudah bisa jadi partner utuh ARF dan termasuk anggota OKI yg diperhitungkan.
Untuk ke depannya akan diusahakan kerjasama lebih jauh antara SAARC dengan ASEAN karena merupakan kawasan dan pangsa pasar yg strategis. Pakistan juga menjalin kerjasama erat dg Cina mengenai jalur Karakoram (dulu jalur sutera) yg menghubungankan negara kawasan teluk dengan Asia Selatan. Pakistan’s hub initiatives ini dicetuskan oleh Presiden Musharraf dan diharapkan akan menjadi spillover bagi kawasan di sekitarnya. Usaha Pakistan ini diharapkan dapat menjadi pelopor hubungan perdagangan inter-regional dan memainkan peran penting bagi Asia Barat dan ASEAN.
 

Referensi

 

 

The Journal of American Academy of Business, Cambridge, Vol 10 * Num.1 * September 2006.

Yahya, Faizal, 2004, Contemporary Southeast Asia: Pakistan, SAARC and ASEAN Relations, ABI/INFORM Global.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar