Rabu, 04 Februari 2009

Regionalism in Historical Perspective


Satu dekade belakangan ini kita menyaksikan sendiri kebangkitan regionalisme di kancah perpolitikan dunia. Regionalis lama telah memperbaru diri, organisasi-organisasi baru dibentuk serta merta dengan maraknya bahasan akan regionalisme yang menjadi sumber perdebatan sebagai efek siklikal alami pasca Perang Dingin. Artikel Fawcett memberi gambaran secara singkat tentang apa yang sebenarnya ada di bawah label regionalisme, beserta cakupan histori dan kontemporer yang cukup memadai, serta mencoba menarik benang merah dari kebangkitan regionalisme di berbagai belahan dunia yang berbeda, juga menganalisa efek kumulatifnya pada sistem internasional.

Namun sebelum membahas regionalisme dan artikel Fawcett lebih jauh, ada baiknya jika menilik kembali pengertian harafiah dan mendalam dari kata-kata yang relevan dengan regionalisme seperti region, regionalisasi dan regionalisme sendiri.

Region (n) diartikan sebagai area geografik tertentu dengan batas-batas yang jelas dan memiliki peta sistem koordinat. Tiap region juga diasosiasikan dengan arah mata angin yang jelas. Joseph Nye, salah satu akademisi hubungan internasonal yang tersohor mendefinisikan international region sebagai beberapa kawasan tertentu yang terbatas jumlahnya tergabung dalam hubungan geografikal dan dalam level interdependensi tertentu.

Masih menurut Joseph Nye, regionalisme merupakan formasi dari beberapa penggabungan kawasan yang berbasis pada region. Sedangkan fungsionalis David Mitrany mengemukakan bahwa penekanan regionalisme ada pada organisasi universal yang didasari prinsip-prinsip kolektif dan ide akan pemerintahan internasional. Dan Webester New Collegiate menyebutkan regionalisme sebagai kebijakan luar negeri yg menentukan kepentingan nasional akan beberapa kawasan tertentu dalam cakupan wilayah geografis. Regionalisasi adalah proses pembagian suatu wilayah menjadi kawasan-kawasan/region-region tertentu.

Sampai dengan pertengahan dekade 1980-an belum muncul gejala yang menunjukkan bahwa dunia akan berubah begitu cepat, seperti yang kita saksikan saat ini. Ketika itu orang masih percaya bahwa persaingan ideologis antara blok Barat, yang liberal dan blok Timur yang sosialis komunis, masih akan mendominasi percaturan politik global. Namun, sejak goyahnya imperium Uni Soviet di Eropa Timur pada tahun 1989, yang kemudian diikuti dengan runtuhnya tembok Berlin pada tahun 1990 serta berakhirnya rezim-rezim sosialis di Eropa Timur, dan puncaknya pada tahun 1991 ketika bubarnya Uni Soviet, ternyata terjadi revolusi dalam tatanan hubungan global. Perubahan internasional yang berlangsung sporadis dan dalam waktu yang relatif singkat tersebut membangunkan para penstudi hubungan internasional dari rutinitas kajian akademis, yang selama kurang lebih empat dekade memperhatikan politik global dalam paradigma sistem internasional yang bipolaristik. Dengan perubahan tersebut suatu pertanyaan mendasar yang muncul di kalangan para penstudi, pemerhati dan pelaku hubungan internasional adalah: tata hubungan internasional seperti apakah yang akan muncul setelah sistem bipolar?

Regionalisme lama muncul ke permukaan sejak peresmian kemunculannya tahun 1944 di Dumberton Oaks. Regionalisme ini bertekad untuk terus eksis dan masing-masing membawa misi tertentu. Menanggapi movement ini, kaum realis berpendapat bahwa regionalisme baru menjadi tidak lebih dari interstate institutution, menurut mereka institusi global sangat irelevan dan semestinya hubungan internasional adalah perjuangan mendapat kekuatan, berbeda dengan idealis yang memandang optimis akan adanya jaringan kompleksitas hubungan baru yang akan dapat membuat kehidupan di Bumi jauh lebih baik.

Advokasi regionalisme internasional memang jarang ada pada periode antara PD I dan PD II dikarenakan adanya doktrin keamanan kolektif. Baru pada akhir PD II, tumbuh beberapa asosiasi dan perserikatan publik seperti General Postal Union dan International Law Association.

Pada akhir PD II, regionalisme belum juga memasuki kancah hubungan internasional. Baru pada tahun 1940-an, beberapa orang berpikir out of the box, melarikan diri dari universalisme yg tidak efektif dan berganti pada regionalisme praktis. Anggota dari regionalisme baru ini ironinya juga yg dengan baik telah bekerja sama dengan AS (kekuatan dominan saat itu) dan membentuk Commonwealth and the Arab League. Regionalisme-regionalisme bentukan lainnya segera muncul setelah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) meresmikan perjanjian Dumberton Oaks. Pada tahun 1960-an, negara dunia ketiga juga tidak kalah mengikuti tren jaman dengan memanifestasi Non-Aligned Movement (NAM), G-77, ASEAN, dan lain-lain. Regionalis dunia ketiga ini berperan pula sebagai tantangan terhadap regionalis yang sudah ada karena kecenderungan negara dunia ketiga yang berpandangan struktural, bahwa regionalisme adalah alat untuk berjuang memberantas eksploitasi dan menciptakan hubungan mandiri antar negara Utara dan Selatan. Namun sayang, gerakan negara dunia ketiga ini belum berhasil mencapai goal yg diharapkan, bahkan di tahun 1970 Perang Dingin terjadi dan justru menegaskan konflik internasional yg sedari dulu terjadi. PBB sendiri pada masa-masa ini juga serta merta lumpuh.

Pasca Perang Dingin adalah saat-saat menentukan muncul tidaknya regionalisme baru. Optimisme baru muncul di tahun 1980-an membuat beberapa kaum yakin akan bisanya dibentuk regionalisme baru. Bukan berarti hal ini melupakan kegagalan masa lampau, tapi new movement ini memang memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu.

Keyakinan akan regionalisme baru juga ditentukan oleh gejala-gejala seperti bangkitnya negara-negara Eropa pasca perang secara ekonomi dan politik, keinginan besar bersama dari bangsa-bangsa dunia untuk menjaga stabilitas sistem internasional, janji Presiden Clinton tentang ‘open regionalism’ di Amerika dan Asia Pasifik, dan desentralisasi alami dari negara-negara dunia. Segera saja beberapa pihak melakukan regionalisasi berbasis wilayah geografis, kepentingan, ekonomi, dan lain-lain. PBB memang sempat menjadi ancaman penghambat regioanlisme, tapi ternyata itu tidak menghalangi seantero bangsa-bangsa meregionalkan dirinya.

Sejak akhir 80-an globalisasi telah mentransfer ekonomi internasional menjadi regionalisme. Ketertarikan baru akan regionalisme dan munculnya gerakan regional baru seperti NAFTA dan perkembangan European Single Market mendemonstrasikan bertambah pentingnya hubungan dengan basis politik dan kerjasama ekonomi antarregion.

Andre Wyat-Walter, seperti dikutip Fawcett menyebutkan bahwa kebangkitan negara-negara Eropa pasca perang membuat pergeseran ekonomi dan politik yg memungkinkan terbentuknya regionalisme baru. Keseimbangan ekonomi dan politik dunia serta merta bergeser menjadi outward-oriented policies di berbagai belahan dunia.

Demokratisasi secara tidak disengaja juga turut membantu terciptanyab kondisi ideal bagi regionalisme. Beberapa kawasan yang tersapu demokratisasi bertekad untuk menyatukan diri dan menciptakan interdependensi regional dalam skala global. Layaknya negara dunia ketiga yang membalas dendam akan kegagalan G-77, NAM dan OPEC di masa lalu, mereka membentuk entitas yang lebih solid bermain sebagai subjek yang tidak bisa diremehkan dalam kancah internasional.

Mengenai demokratisasi dan regionalisme juga menimbulkan perdepatan hangat antara demokrasi yang membawa misi regionalisme atau sebaliknya. Fawcett berpendapat, demokrasi bukanlah syarat mutlak regionalisme. Kerjasama regional tidak terbatas pada negara berbasis demokrasi, tapi juga pada negara di mana terdapat keabsenan demokrasi.

Regionlisme beberapa dekade belakangan ini memang tetap jadi perdepatan terbuka. Masih banyak pertanyaan belum terjawab mengenai bagaimana hubungan selanjutnya organisasi regional dengan PBB, atau apakah organisasi regional efektif menyalurkan kepentingan anggotanya dsb.

 

Referensi

 

Fawcett, Louise (1996). "Regionalism in Historical Perspective", Regionalism in World Politics: Regional Organization and International Order edited by Louise L'Estrange Fawcett, Hurrell Fawcett, Andrew Hurrell. Oxford University Press.

 

http://www.ing.unitn.it/~grass/docs/tutorial/english/regione_en.htm

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar