Rabu, 04 Februari 2009

Regionalisme dari Perspektif Teoretik

Macam-macam regionalisme

 

Kata region dan regionalisme mengandung ambiguitas. Berbagai debat yang membahas tentang keduanya tidak juga banyak menghasilkan kesepakatan. Walaupun ada batasan geografi dan hubungan di antara negara-negara, tetap saja tidak bisa memberi banyak penjelasan tentang arti kata region dan dinamika regionalisme. Tetapi, walaupun ada batasan geografi di dalam regionalisme, tidak berarti menjandikannya sesuatu yang tidak ‘global’.

Regionalisme erat hubungannya dengan kesatuan sosial (etnis, ras, bahasa, agama, kultur, sejarah, dan kesadaran atas warisan budaya bersama), kesatuan ekonomi (pola berdagang, penyeimbang ekonomi), kesatuan politik (tipe rezim, ideologi), dan kesatuan organisasi (keberadaan institusi regional formal). Interdependensi regional khususnya menjadi sorotan utama.

Penginterpretasian kata regionalisme pun harus dibedakan sebagai moralitas atai sebagai doktrin bagaimana seharusnya hubungan internsaional ditata. Karena alasan moral, interdependensi membuat negara-negara yang berada dalam satu region harus mengesampingkan egoisme bangsa dan bersama-sama membangun kerjasama.

Untuk mempermudah pendefinisian knsep regionalisme, maka akan dibagi menjadi lima kategori sebagai berikut:

Regionalisasi

Regionalisasi mengarah kepada pertumbuhan integrasi sosial yang secara tidak langsung disertai proses interaksi sosial dan ekonomi. Inilah yang disebut penulis tentang regionalisme di awal sebagai intgrasi informal, dan oleh analis kontemporer diistilahkan sebagai ‘soft regionalism’. Istilah ini menitikberatkan pada proses otonomi ekonomi yang dapat mengarah ke interdependensi ekonomi yang lebih tinggi di area geografi region tersebut. Dorongan ekonomi terbesar di suatu regional datang dari pasar, dari perdagangan privat dan aliran investasi. Integrasi ekonomi baik di dalam ataupun antar region merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari.

Regionalisme dapat juga membawa kompleksitas sosial di mana akan berakibat pada perilaku politik , pola piker dan pembentukan komunitas transnasional. Karena itu regionalisme biasa dikonsepkan sebagai kompleksitas, aliran, network ataupun mosaic.

Kesadaran regional dan identitas.

Kesadaran, identitas dan kepekaan regional merupakan sifat-sifat yang tidak jelas, tetapi tidak bisa begitu saja diabaikan. Seperti juga arti kata nation yang abstrak, region pun dipandang sebagi komunitas abstrak yang letak geografis anggotanya saling berdekatan.

Kepekaan regional yang diartikan sebagai sense of belonging dalam suatu komunitas biasanya dilatarbelakangi oleh persamaan kultur, sejarah dan tradisi keagamaan. Selain itu juga bisa dilatarbelakangi masalah keamanan (seperti nasionalisme Negara-negara Amerika Latin menghadapi hegemoni AS).

Kerjasama regional

Di dalam kegiatan regionalisme terdapat unsur negosiasi dan susunan aturan-aturan antar Negara dan antar pemerintahan.

Rencana kerja sama mengandung berbagai tujuan. Di satu sisi, kerja sama regional bertujuan merespon tantangan dari luar yang mengharuskan Negara-negara di satu region bekerja sama, dan di sisi lain untuk memenuhi kepentingan masing-masing Negara, terutama yang berkaitan dengan interdependensi regional.

Integrasi regional

Integrasi regional melibatkan kebijakan spesifik dari masing-masing pemerintahan untuk mengurangi batasan-batasan dalam pertukaran barang, jasa, modal dan sumber daya manusia. Seperti yang diungkpakan Peter Smith bahwa integrasi ekonomi regional dapat melibatkan berbagai dimensi kemasyarakatan.

Kesatuan regional

Kesatuan regional adalah gabungan dari empat poin di atas yang membawa kepada gabungan unit regional. Kesatuan regional dapat diterjemahkan dalam dua hal: (i) ketika region tersebut memainkan peran penting dalam hubungan antar anggotana maupun masyarakat internasional pada umumnya dan (ii) ketika regionalisme memiliki kekuatan pembuat keputusan isu-isu yang ada di dalamnya.

Bagi negara-negara di luar suatu region, region tersebut tetap dapat memberi pengaruh politik maupun ekonomi.

Pemikir Eropa dahulu memfokuskan kesatuan regional pada goal akhir dan jalan menuju goal tersebut. Sedangkan kini kesatuan regional dapat berdasarkan berbagai macam hal. Karena alasan ekonomi, adanya super state yang mengatur rezim di sekitarnya serta kemunculan super state itu sendiri, dan tentu saja adanya hegemoni yang mempengaruhi pembuatan kebijakan luar dan dalam negeri.

 

Regionalisme dalam Dunia Politik

 

Teori sistemik

Ada dua teori structural yang signifikan, yaitu teori neo realis yang memfokuskan pada batasan anarki internasional dan pentingnya persingan kekuatan politik; dan teori interdependensi structural dan globalisasi yang menekankan perubahan karakter system internasional dan akibat dari perubahan ekonomi serta teknologi.

Regionalisme dan interdependensi

Dua pendekatan pertama berikut memandang rgionalisme sebagai respon fungsional dari negara dalam menghadapi permasalahan yang disebabkan oelh interdependensi dan menitikberatkan pada peran institusi yang membantu perkembangan kesatuan regional. Dan yang ketiga menekankan pada hubungan antara interdependensi material dan pemahaman akan identitas dan komunitas.

1.              Neofungsionalisme

Neo-fungsionalis berpendapat bahwa tingginya tingkat interdependensi akan membawa kepada integrasi politik. Prediksi kaum neo-fungsionalis adalah bahwa integrasi akan membawa kepada kemampuan untuk menyokong diri sendiri dan mempengaruhi daerah di sekitarnya. Ada dua macam penyebaran pengaruh yang masing-masing melalui kelompok kepentingan,, opini public dan sosialita elit. Yang pertama ada penyebaran pengaruh fungsional yang kemudian dapat mengakibatkan permasalahan lain, di mana permasalahan tersebut harus diselelsaikan secara bersama. Dan yang kedua adalah penyebaran pengaruh politik., dimana keberadaan institusi supranasional akan memperkuat proses pembangunan institusi yang akan membawa ke arah loyalitas anggota suatu regional.

Terlepas dari perannya dalam regionalisme, neo-fungsionalisme lebih mengarah pada peran-peran intitusi, daripada menjelaskan kelahiran regionalisme sendiri. Selain itu, ekspektasi kaum neo-fungsionalis yang mengesampingkan state sangat berbeda dengan kenyataan yang ada di lapangan, selain pada European Community.

2. Neo-liberal Institusionalisme

Paradigma ini adalah yang paling berpengaruh dalam menjelaskan fenomena kerjasama inetrnasional dan kerangka teoritis yang dapat diandalkan dalam menjelaskan kebangkitan regionalisme. Institusionalis mendasarkan teorinya pada beberapa argumen dasar. Pertama, meningkatnya interdependensi internasional dan ‘tuntutan’ akan adanya kerjasama internasional. Norma, aturan-aturan dan institusi dikedepankan karena hal itu yang membantu terciptanya kesejahteraan. Yang kedua neo-liberal instusional cenderung statis, karena cepatnya pertumbuhan negara-negara membuat secara alami ada negara yang ‘lebih’ di antara yang lain sehingga membuat pentingnya institusi internasional yang statis dan dapat diandalkan. Ketiga, institusi penting karena menguntungkan dan ia berpengrauh bagi satu sama lain negara, serta ikut menentukan kepentingan masing-masing negara itu.

Teori institusionalis berkonsentrasi pada interaksi strategis yang mengarah pada kerjasama di beberapa kawasan tertentu. Hal ini banyak diaplikasikan tahun 1970-an dan 1980-an, diterapkan dengan basis kerjasama ekonomi dan enviromental, tapi yang utama dalam bidang militer; sehubungan dengan perang dingin yang berkecamuk antara Uni Soviet dan Amerika Serikat pada saat itu.

Dari perspektif instisionalis, kemunculan organisasi regional seperti ASEAN Regional Forum, CSCE bukanlah terbentuk sehubungan dengan balance of power atau formasi aliansi, tapi lebih karena organisasi tersebut menguntungkan bagi negara anggotanya.

Pada akhirnya, yang diinginkan adalah ksatuna regional, di mana diharapkan adanya kerjasama dan hubungan yang intens antar kawasan, serta keseluruhan yang kompleks dan saling membutuhkan.

3. Konstruktivisme

Fokus paradigma ini adalah pada kesadaran regional dan identitas regional. Para kontruktivis mendasarkan teori pada ketahanan komunitas yang bekerjasama di atas kasus mutual dan interdependensi.

Konstruktivis tertarik pada sisi sosiologis suatu masalah ketimbang sisi ekonominya dlam sistem teori. Dalam hal ini, mereka berargumen bahwa negara tidak secara struktural terbentuk tapi memang dengan sengaja dibangun (dikonstruk) melalui babak sejarah yang panjang. Kaum neo-realis dan rasionalis mengrkritik bahwa kaum konsturktivis terlalu meninggikan pentingnya identitas regional dan pembentukan kawasan regional. Neo-realis justru berkata, dengan tingginya interaksi antar-kawasan, justru resiko konflik semakin tinggi terjadi.

Di Eropa, Asia dan Amerika regionalisme mungkin dipahami secara kompleks, dengan adanya pemahaman yang berbeda tentang perbedaan konsepsi kawasan secara nasional. Adanya konflik berkecamuk antar area geografis dalam skala kawasan juga memperumit pemahaman regionalisme dan nilai-nilai yang dibawanya.

 

Teori Level Domestik

Kelompok teori ketiga memfokuskan pemahaman pada pembagian atribut domestik seperti ras, bahasa, kesamaan sejarah, dan budaya. Karl Deutsch menekankan pentingnya peran besar nilai-nilai yang berakar pada suatu masyarakat dan hubungannya dengan budaya pengambilan keputusan. Ada beberapa faktor domestik yang berpengaruh sehubungan dengan regionalisme, yaitu:

1. Regionalisme dan koherensi negara

Regionalisme sering dipandang sebagai bentuk yang lebih besar dari negara dalam skala kawasan. Kemungkinan adanya kerjasama regional dan integrasi seringkali bergantung pada adanya koherensi antara masing-masing anggota. Era paska perang dingin, terdapat banyak masalah serius bukan disebabkan oleh kurangnya legitimasi antar negara, tapi kurangnya legitimasi di dalam negara itu sendiri.

Saat regionalisme menharah pada terbentuknya organisasi politik, kekuatan regionalisme dan negara sama-sama tidak ‘kuat’ beroposisi satu sama lain, terbentuklah cikal bakal terbentuknya blok, di mana tunas-tunas regionalis berdiri.

2. Tipe rezim dan demokratisasi

Paska perang dingin, dunia seakan-akan sampai pada suatu pemahaman bahwa demokrasi membuat perbedaan fundamental dan dengan demokrasi tidak berseberangan dengan yang lain. sejak saat itu, mulailah pencarian identitas ‘zona liberal’ lintas kawasan geografis.

Pentingnya demokrasi segera disadari setelah adanya Jerman Barat dan Italia yang berpaham demokrasi. Di sini dimasksudkan bahwa demokrasi tetap bisa masuk dalam kawasan yang telah begitu lama didominasi imperalisme dan diktatorisme, masuk ke dalam masyarakatnya dan mengakar budaya.

Perlu diketahui bahwa hubungan antara regionalisme dan demokrasi sangat kompleks. Ada kalanya demokrasi mengarah pada pembentukan organisasi regional mutual seperti Uni Eropa, tapi ada saatnya interaksi regional berujung pada pemberontakan dan kudeta seperti yang terjadi di Amerika Latin. Memang keduanya rumit untuk dijelaskan dan bahasannya kontekstual, tergantung konteks dan fenomena apa yang dibahas.

3.              Convergence (persatuan)

Teori persatuan dipahami sebagai dinamika kerjasama regional dan terutama integrasi ekonomi dalam kajian pengambilan kebijakan domestik dalam kawasan. Paradigma ini menganggap bahwa interaksi kawasan sevara keseluruhan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan suatu negara lain dalam kawasan itu.

Dalam beberapa hal, regionalisme jadi sebuah alat konsolidasi kebijakan pasar bebas yang mengarah pada pembuatan kebijakan ekonomi masa depan (AFTA, dll).

 

Kesimpulan

Ada tiga level analisis dalam artikel ini yang dipakai untuk memahami regionalisme. Mulai dari level sistemik, regional dan domestik. Hubungan internasional bertumpu pada bagaimana ketiga faktor ini berinteraksi dan saling menopang satu sama lain.

Pertama-tama, level analisa sistemik yang menduduki tempat teratas dikarenakan struktur dari teori ini unggul dalam beberapa hal, seperti menjelaskan sedikit dari banyak hal yang besar dan penting. Namun, akibat adanya sejarah menyebabkan kajian dalam level ini kontekstual dan bisa dilakukan hanya dengan memandang dari satu perspektif. Andrew Moravscik berargumen bahwa teori-teori lain hanya ada untuk mengkritik dan menambal sulam level analisa sistemik ini.

Konstruktivisme menyediakan banyak kerangka teoritis dan jalan menjanjikan untuk mengkonsepsikan regionalisme dan materi-materi yang ada di dalamnya. Akhirnya, perhatian tertuju pada bagimana terbentuknya kooperasi antar-negara dan apa akar-akar domestiknya, serta tradisi akan interdependensi dan politik-ekonomi.

Teori yang ketiga atau disebut stage theory ideal untuk memahami regionalisme, meskipun secara teoritis tidak memuaskan dan dari sisi sejarah juga agak diragukan. Teori ini berargumen bahwa tahap awal akan adanya kerjasama regional adalah awal dari terciptanya musuh yang sama atau kekuatan hegemoni yang kuat; pemecahan masalah fungsionalis terletak pada institusi internasional.

 

 

 

Sumber

Hurell, Andrew, Regionalism in World Politics chapter 3: Regionalism in Theoretical Perspective, 1995, Oxford University Press. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar