Rabu, 04 Februari 2009

Perluasan Uni Eropa


Natasha Karina Ardiani

NIM: 070610216

 

 
Diversitas bahasa dan kultur di Eropa membuat percobaan penyatuan melibatkan pendudukan dari negara yang tidak bersedia, serta menciptakan ketidakstabilan. Salah satu percobaan penyatuan secara damai melalui kerjasama dan persamaan anggota dibuat oleh pasifis Victor Hugo pada 1851. Setelah Perang Dunia I dan Perang Dunia II, keinginan untuk mendirikan Uni Eropa semakin meningkat, didorong oleh keinginan untuk membangun kembali Eropa dan menghilangkan kemungkinan perang lainnya. Oleh karena itu dibentuklah European Coal and Steel Communityi (ECSC) oleh Jerman, Perancis, Italia, dan negara-negara Benelux. Hal ini terjadi oleh Perjanjian Paris (1951), ditandatangani pada April 1951 dan dimulai pada Juli 1952. Setelah itu terbentuk juga European Economic Community (EEC) didirikan oleh Perjanjian Roma pada 1957 dan diimplementasikan pada 1 Januari 1958. Kemudian komunitas tersebut berubah menjadi Masyarakat Eropa yang merupakan 'pilar pertama' dari Uni Eropa (UE) yg menjadi pilar kerjasama ekonomi dan politik. Uni Eropa kini telah memiliki 27 anggota dan itu termasuk negara-negara Eropa Tengah dan Timur yang biasa disebut Central and Eastern European Countries (CEEC). Artikel ini lebih membahas perluasan UE yg melibatkan negara-negara Eropa Tengah dan Timur, sehubungan dengan biaya, strategi, serta untung dan ruginya.
 
Keywords: Uni Eropa, perluasan, Eropa Timur, Eropa Tengah
 

Paska kolapsnya komunisme, negara-negara yg etrgabung dalam CEEC seperti Republik Ceko, Estonia, Hongaria, Latvia, Lithuania, Malta, Polandia, Siprus, Republik Slovakia dan Slovenia berinisiatif untuk ebrgabung dengan UE. Dengan kolapsnya komunis berarti kolaps juga penyokong perekonomian mereka, oleh karena itu mereka butuh UE untuk mengembalikan kestabilan di negara mereka masing-masing. Tujuan bergabung dengan EU bagi CEECs adalah untuk mengatur tiga sektor, yaitu buruh, pertanian, dan lingkungan. Ikut campurnya EU diharapakan akan dapat mengatur buruh dengan menciptakan banyak pekerjaan ditengah kurangnya produktivitas dan kurangnya sikap kompetitif; dapat memberi subsidi bagi pertanian; dan mengatur lingkungan yang akan mengeluarkan biaya hingga 120 miliar euro.

Namun sayang, keinginan untuk bergabung tidak sekonyong-konyong disambut hangat oleh anggota-anggota terdahulu UE. Setelah Proses negosiasi UE dengan ke-10 negara kandidat telah selesai pada tanggal 13 Desember 2002, barulah KTT UE Kopenhagen tanggal 12-13 Desember 2002 memutuskan untuk menerima keanggotaan 10 negara aplikan (Republik Ceko, Estonia, Hongaria, Latvia, Lithuania, Malta, Polandia, Siprus, Republik Slovakia dan Slovenia) mulai 1 Mei 2004, sehingga pada tahun tersebut UE akan beranggotakan 25 negara. KTT juga memutuskan akan menerima keanggotaan Bulgaria dan Romania yang saat ini masih dalam proses perundingan aksesi, pada tahun 2007. Sementara itu, Turki masih didorong untuk melakukan reformasi politik dan ekonomi dalam negerinya agar memenuhi kriteria standar UE (Copenhagen criteria) dan jadwal perundingan aksesi dengan negara tersebut baru dapat ditentukan pada KTT UE tahun 2004 mendatang.

Betapa ironis, bergabungnya anggota-anggota CEEC ke dalam EU justru membuat EU kehilangan harapan akan masa depan karena pencapaian CEEC ke EU bertujuan untuk mengikuti strategi yang dijalankan EU tetapi kemampuan CEEC tidak bisa disamakan dengan EU. Akibatnya CEEC mencoba untuk menemukan perekonomian yang berjalan dengan dinamis di kawasan regional yang bisa mencegah sentralisasi lebih lanjut di Brussel, dan menghapus atau mengurangi revisi Common Agricultural Policy yang merugikan CEEC. Intinya adalah pencapaian CEECs dalam EU adalah ingin adanya pemerataan ekonomi di region Eropa dan menciptakan liberalisasi di Eropa.

Pasar lebih bereaksi positif terhadap negara-negara dengan liberalisasi yang relatif lebih tinggi. Negara spt ini dapat menarik Foreign Direct Investment (FDI) lebih banyak. Negara-negara yang lebih banyak melakukan reformasi (dari sistem ekonomi komunis ke liberal) juga ditemukan mengalami periode ’sustained economic growth’ lebih lama. Namun di sisi lain terdapat juga beberapa indikator yg menunjukkan kurang optimalnya pencapaian CEEC paska bergabung dengan UE seperti yg tercantum sbb:

1.     Akibat dari adanya regulasi Uni Eropa yang berlebihan pada perkembangan ekonomi jangka panjang dalam CEEs merupakan masalah yang cukup lama diabaikan, perdebatan serius dimulai pada pembahasan manfaat kedepan dari integrasi dan unifikasi.

2.     Bergabung dengan UE ternyata justru menghilangkan keuntungan komparatif CEEC. Regulasi dalam negeri menyangkut perdagangan negara-negara CEEC disetir oleh UE. Contohnya saja, hasil dari negosiasi perluasan, Estonia telah memperkenalkan 10.794 tarif baru untuk melawan impor dari negara luar EU. Tapi Estonia terpaksa menyetujui jumlah hambatan-hambatan non-tarif seperti kuota, subsidi, dan bea anti-dumping yg ditetapkan UE. Bahkan, ekonom dari Institute of M. R. Stefanik, think tank Slovakia, berpendapat bahwa aksesi UE akan menghambat liberalisasi perekonomian Slovakia nantinya dan memaksa perusahaan-perusahaan Slovakia untuk menyediakan tingkat keuntungan pekerja yang lebih tinggi.

3.     Selanjutnya, pekerja dari CEE pada awalnya akan dihalangi dalam pencariaan pekerjaan di UE. Batas dari larangan tersebut berbeda-beda, pada intinya warga CEE seakan diperlakukan sebagai warga kelas dua.

4.     Lebih dari 50 tahun yang lalu, UE telah tumbuh menjadi blok perdagangan yang sangat besar sehingga dapat menetapkan epraturan thd negara non UE. Seperti penindasan yg UE lakukan pada Norwegia. Norwegia yang bukan merupakan bagian dari UE tetapi melakukan perjanjian perdagangan bebas dengan UE, menggunakan tingkat pajak yang berbeda untuk pekerja untuk keuntungan perusahaan berdasarkan ke-utara-an mereka, wilayah yang jarang penduduknya. UE memperhatikan bahwa tingkat pajak yang lebih rendah menjauhkan investasi dari UE. Dihadapkan dengan kemungkinan hukuman finansial dan sanksi ekonomi, pemerintah Norwegia mundur. Daripada bertarung dengan UE, Norwegia menerima kemungkinan kehilangan 30.000 pekerjaan di utara.

5.     UE tidak melakukan evaluasi terhadap biya finansial terhadap CEE pada pekerjaan umum dan kebijakan sosial spt yg diharapkan CEEC sbeelumnya.

6.     Dengan mendesak standar lingkungan yang dimiliki oleh Barat, EU akan dengan senang berkontribusi pada perpanjangan malaise ekonomi di CEE. World Economy Forum 2002, membuktikan bahwa naiknya standar lingkugan seiring dengan meningkatnya GDP per kapita. Daniel Griswold mengatakan bahwa standar hidup naik seiring dengan liberalisasi ekonomi dan perluasan perdagangan. Jadi meskipun GDP CEEC naik, tapi standar hidup masyarakat juga naik, jadi signifikansi kenaikan GDP kurang terasa.

 

Menurut saya, UE akan tetap meluas dan terus mengekspansi mengingat segala biaya, pengorbanan, keuntungan dan kerugian yg dialami CEEC. Kebijakan-kebijakan UE yg dirasa merugikan CEEC dpt dianggap sbg hambatan kerikil untul integrasi ekonomi yg lebih holistik. Keputusan yg dibuat cartel elite  yg agak semena-mena mungkin adalah cobaan bagi ‘anak baru’ dlm UE. Pada intinya, negara-negara dlm UE harus berbesar hati dan bertoleransi pada kepentingan-kepentingan UE di atas apapun juga. Meskipun hal itu menimbulkan kerugian jangka pendek, niscaya akan menghasilkan keuntungan jangka panjang.

UE memang bukanlah contoh sempurna dari regionalisasi, tapi setidaknya institusi ini sudha mendekati. Yang terpenting adalah terus berusaha dan mau belajar dari masa lalu. Ambisius adalah sifat yg disarankan tapi jangan juga mudah berpuas diri dan tinggi hati. Diharapkan segala hal yg dialami UE dapat dijadikan pembelajaran bagi institusi kawasan lainnya.

 

Referensi

 

Marian L. Tupy, EU Enlargement: Costs, benefits, and Strategies for Central and Eastern European Countries (Policy Analysis No. 189, 2003).

www.indonesia_for_ue.go.id

1 komentar:

  1. gw excited sm tulisan lo dsn..
    sebenarnya demokratisasi yg terjadi di eropa tengah dan timur sampai saat ini pun masih menyimpan masalah, karena pembaharuan yg terjadi pasti merubah konstalasi politik dan ekonomi yg terjadi di sana.. itu tdk terlepas dari krisis kepemimpinan (yg ingin menggabungkan sistem sosialis-komunis dengan keinginan untuk berorientasi pada ekonomi pasar)di eropa tengah khususnya di hungaria..
    gw maw tanya donk, sejauh apa siyh efektifitas privatisasi hungaria??
    gw lg nyari itu gk ktemu2 coz buat skripsi gw, heheheheee..
    thx..

    BalasHapus